Hotel Utsman bin Affan berdiri kokoh di kota Madinah, bangunan dengan 210 kamar siap sewa dan 30 kamar khusus yang siap menyambut para wisatawanatau jamaah haji dan ummroh di Madinah. Hotel itu berdiri setinggi 15 lantai dengan 24 kamar di setiap lantai. Hotel ini dilengkapi dua restoran besar, 6 unit perbelanjaan, dan seluruh jasa hotel yang membuatnya menjadi hotel bintang lima. Hotel itu dibangun dari rekening tabungan Usman yang telah berusia lebih dari seribu tahun.
Kisah itu berawal saat kaum muslim di Madinah mengalami musim kemarau yang panjang sehingga banyak sumber air yang mengering. Sebenarnya bukan air yang sulit ditemukan, persoalan utama saat itu karena pemilik sumur dengan air melimpah justru dimiliki seorang Yahudi.
Prihatin atas kondisi umatnya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian bersabda, “Wahai Sahabatku, siapa saja di antara kalian yang menyumbangkan hartanya untuk dapat membebaskan sumur itu, lalu menyumbangkannya untuk umat maka akan mendapat surga-Nya Allah Ta’ala.” (HR Muslim).
Seorang sahabat Rasulullah yang terkenal dermawan, Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu segera bergerak untuk membebaskan Sumur Raumah itu. Utsman segera mendatangi Yahudi pemilik sumur dan menawar untuk membeli sumur Raumah dengan harga yang tinggi. Meski sudah ditawarkan harga yang bagus, Yahudi pemilik sumur tetap menolak menjualnya. Ia beralasan, seandainya sumur tersebut dijual, penghasilan yang diperolehnya setiap hari akan berhenti.
Utsman tidak kehilangan akal untuk kembali menawar sumur tersebut. Ia pun memberi tawaran menarik akan membeli setengah dari sumur tersebut. Jika Yahudi itu setuju, ujarnya, maka sumur itu bisa dimiliki bergantian. Satu hari dimiliki Utsman, besoknya kembali lagi menjadi milik Yahudi. Begitu seterusnya.
Yahudi itu pun menerima tawaran Utsman. Ia merasa bisa mendapatkan uang banyak dari Utsman tanpa harus kehilangan sumur. Utsman pun meminta penduduk Madinah untuk mengambil air tersebut dengan gratis. Ia juga mengingatkan warga mengambil air dalam jumlah yang cukup untuk dua hari karena esok hari sumur itu bukan lagi milik Utsman.
Keesokan hari Yahudi mendapati sumur miliknya sepi pembeli karena penduduk Madinah masih memiliki persedian air di rumah. Yahudi itu pun mendatangi Utsman. Ia meminta Utsman untuk membeli setengah lagi sumurnya tersebut dengan harga yang sama seperti saat Utsman membeli kemarin. Utsman setuju, lalu dibelinya seharga 20.000 dirham maka Sumur Raumah menjadi milik Utsman secara penuh.
Utsman lalu mewakafkan Sumur Raumah. Sejak itu, sumur tersebut dapat dimanfaatkan oleh siapa saja, termasuk Yahudi pemilik lamanya. Setelah diwakafkan, tumbuhlah di sekitar sumur itu beberapa pohon kurma dan terus bertambah hingga saat ini berjumlah ribuan pohon kurma.
Departemen Pertanian Saudi kemudian menjual hasil kebun kurma ini ke pasar-pasar. Setengah dari keuntungan itu disalurkan untuk anak-anak yatim dan fakir miskin, sedangkan setengahnya ditabung dan disimpan dalam bentuk rekening khusus milik beliau di salah satu bank atas nama Utsman bin Affan.
Rekening atas nama Usman tersebut dipegang oleh Kementerian Wakaf. Dengan begitu, 'kekayaan' Usman bin Affan yang tersimpan di bank terus bertambah. Sampai pada akhirnya dapat digunakan untuk membeli sebidang tanah di kawasan Markaziyah (area eksklusif) dekat Masjid Nabawi.
Di atas tanah itulah, hotel Utsman bin Affan dibangun dari uang rekeningnya, tepat di samping masjid yang juga atas nama dirinya. Sama seperti perkebunan kurma, uang dari pendapatan hotel, setelah dibagi dengan pengelola, akan dibagikan pada umat miskin dan masuk ke rekening Usman.
Ya, Utsman bin Affan sudah wafat lebih dari 1.400 tahun silam, tetapi rekening bank atas namanya masih terjaga dan bermanfaat hingga kini.
Pahala Amal Jariah
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ قَالَ : إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ اِنْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ
Artinya: “Apabila seseorang telah meninggal dunia, maka terputuslah amal perbuatannya kecuali dari tiga perkara, yaitu sedekah jariah (wakaf), ilmu pengetahuan, dan anak soleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim)
Sumber: Republika
0 comments:
Post a Comment